Itulah yang menempel didalam benakku selama 4 hari dijambi.
Sejak hari pertama, mendarat di bandara Sultan Thaha, betapa kagetnya saya. Bandara yang berukuran kecil, bahkan tidak ada trolinya. Dapat dibayangkan barang bawaan dari jakarta yang segabrek gabrek, harus ditenteng manual selama di bandara. Belum lagi calo taksi yang luar biasa ramai.
Setelah mencapai di kantor jambi, dan dilakukan cek dan ricek terhadap dunia makan, (dan tentu juga oleh oleh, meski baru pertama kali sampe :) ), betapa kagetnya. Ternyata jambi memang bener bener kota duplikat dari Palembang.
Dan berdasarkan hasil survey dengan orang kantor (kan mereka dah lama dijambi), Kota Jambi ini merupakan kota pekerja. Setidaknya, itu yang dapat saya simpulkan. Betapa tidak, Kota ini sepi pada pukul 8, dan aktivitas meningkat ketika pagi.
Bahkan, untuk mencari makan, dari tempat penginapan, harus berjalan kaki yang lumayan jauh menurut saya (yang notabene tinggal duduk manis di angkot, kalo saya dijakarta :p).
Masih 4 hari, dan itu berarti masih ada 18 hari lagi di jambi. Masih jauh perjalanan saya...
Wah senengnya kerja sambil jalan2
wahahaha.. yang ada malah pusing mas...